MESKI masih 20 bulan lagi digelar, Pilpres 2024 sudah menjadi topik panas sejak hari ini. Adanya aturan ambang batas 20% bagi partai politik untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden, membuat 9 parpol berkursi di DPR RI sudah mulai bermanuver sejak dini.
Berbagai penjajakan koalisi dini sudah mengemuka. Sebut saja ada koalisi partai Golkar, PAN, dan PPP yang berlabel KIB. Ada juga penjajakan koalisi antara Partai Gerindra dan PKB dengan slogan “Kebangkitan Indonesia Raya”. Ada pula koalisi prematur yang coba digalang PKS dengan stempel “Semut Merah”.
“Penjajakan koalisi permulaan parpol-parpol ini tak lain dilakukan sebagai upaya agar syarat 20% kursi DPR RI bisa terpenuhi guna mengusung kandidat calon presiden,” kata Abdul Hakim MS, Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia dalam keterangannya, Senin (18/7)
Abdul Hakim menambahkan, dari 9 parpol berkursi di DPR RI, jika terdistribusi secara proporsional untuk mendapatkan angka 20% kursi, maka maksimal akan memunculkan empat kelompok koalisi.
PDIP yang memiliki 22.3% kursi, tidak perlu mencari pasangan koalisi. Sementara Partai Gerindra dan Partai Golkar yang memiliki 13.6% dan 14.8% kursi, hanya perlu mencari satu teman koalisi, selain dengan PPP.
“Untuk Nasdem dan PKB yang masing-masing memiliki 10.3% dan 10.1% kursi, seandainya mereka berkoalisi sudah mencukupi. Sisanya, Partai Demokrat yang memiliki 9.4% kursi, PKS 8.7% kursi, PAN 7.7% kursi, dan PPP 3.3% kursi, masih memungkinkan untuk membentuk satu koalisi lagi,” ujarnya.
Melihat proyeksi kriteria parpol dalam membangun koalisi, lanjut Abdul Hakim, bisa disimpulkan bahwa Partai Gerindra dan Prabowo Subianto saat ini akan menjadi salah satu tonggak sumbu utama penentu arah koalisi parpol jelang pemilu 2024.
Saat ini, PDI Perjuangan sudah tidak terlalu memusingkan masalah koalisi. PDI Perjuangan sudah bisa mengirim satu paket Capres/Cawapres tanpa harus bekerjasama dengan parpol lain. Artinya, PDI Perjuangan sudah tidak terlalu berkepentingan dengan koalisi.
Namun diluar PDIP, delapan parpol berkursi di DPR RI akan sangat berkepentingan untuk mengadakan kerjasama dalam mengusung Capres/Cawapres.
“Partai Gerindra yang hanya butuh satu teman koalisi untuk bisa mendapatkan boarding pass Capres/Cawapres, akan sangat mempengaruhi bentuk koalisi yang akan terjadi. Apakah Partai Gerindra hanya cukup puas dengan 1 teman koalisi saja atau lebih dari satu teman koalisi? Situasi ini akan sangat berdampak pada konstelasi koalisi yang akan terbentuk kedepan,” ujar Abdul Hakim.
Disaat bersamaan, Prabowo Subianto yang memiliki tingkat elektabilitas paling tinggi diantara capres-capres yang berasal dari partai politik maupun dari non-partai politik, tentu menjadi magnet tersendiri.
Ditambah dengan proyeksi peluang garansi boarding pass tiket capres serta fakta bahwa Prabowo dianggap oleh mayoritas masyarakat Indonesia sebagai solusi untuk bisa mengatasi persoalan-persoalan utama mereka, makin menguatkan daya tariknya.
“Untuk itu, tidak terlalu berlebihan jika kemudian saya menyebut Partai Gerindra dan Prabowo Subianto akan jadi salah satu penentu sumbu utama terbentuknya peta koalisi parpol-parpol dalam menghadapi Pilpres 2024 mendatang,” jelas Abdul Hakim.
Satu-satunya kendala yang ada di Prabowo Subianto saat ini adalah yang bersangkutan belum mengungkapkan diri apakah akan maju sebagai Capres atau tidak pada pemilu mendatang.
Di sisi lain, dari sisi elektabilitas, 10 nama capres yang menduduki posisi 10 besar sudah terdeteksi. Dalam survei Skala Survei Indonesia [SSI] yang dilakukan dalam rentang waktu 3-12 Juli 2022, Prabowo Subianto masih memimpin rute kontestasi dengan 25,08%, disusul ganjar Pranowo (20,83%) dan Anies Baswedan (20,75%).
Survei dilakukan terhadap 1.200 responden dengan metode sampling multistage random sampling dengan margin of error ± 2,83% dan tingkat kepercayaan 95,0%. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka langsung dengan responden menggunakan kuesioner. (RO/OL-7)