Antara Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup serta Dampaknya ke Ekonomi Akar Rumput

HASIL survei Lembaga Skala Survei Indonesia (SSI) menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat umum atau sebesar 63 persen menginginkan sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 dilakukan secara proporsional terbuka, dan hanya sekitar 4,8 persen korensponendsi dari hasil survei yang setuju terhadap sistem Pemilu 2024 diubah ke sistem proporsional tertutup.

Sisanya 32,2 persen menjawab tidak tahu/tidak jawab/rahasia. Survei ini dilakukan oleh 1.200 responden dengan multistage random sampling.

Sementara hasil survei Litbang Kompas menyatakan, 67,1 persen responden menyatakan lebih cocok memilih sendiri secara langsung calon anggota legislatif mereka. Komentar-komentar diskusi pun lantas banyak mencuat dan bermunculan di salah satu angkringan di pojokan kota langganan saya misalnya, salah seorang pembeli yang sedang berdiskusi berapi-api berbicara sambil menyatakan guyonan. “Nampaknya nanti sebagian calon legislatif akan banyak yang lemas sebelum pertandingan di Pemilu di mulai apabila di putuskan secara proprosional tertutup, apalagi yang merupakan para caleg-caleg baru,” ujarnya. Namun ini bisa mungkin –bisa juga tidak, namanya diskusi angkringan, ya sah-sah saja kan.

Sementara di pojok kota, salah satu vendor sablon yang berbicara pada saya menyeletuk cukup lucu. “Wah nanti omzet penjualanku selama masa Pemilu bakal menurun ini kalo di sistem pemilihan umum proporsional tertutup ketok (nampak) disetujui, waduh bahaya. Ini kan momen paling ditunggu para vendor ini. Kalau caleg caleg nggak kampanye, lemas nho bro awakku. Nggak payu nho mengko. Nggak gayeng broo,” ujarnya.

Robert A Dahl dalam M Ali Safaat (2011) berpendapat bahwa salah satu kegagalan demokrasi di zaman Romawi adalah dikarenakan rakyat tidak mendapatkan kesempatan yang besar untuk ikut serta di dalam majelis warga di pusat pemerintahan, karena hal tersebut sangat membutuhkan biaya besar serta waktu yang sangat lama.

Hal inilah yang kemudian akhirnya disebut sebagai demokrasi langsung yang mana rakyat secara langsung dalam sistem pengambilan keputusan pemerintah. Franz Magnis Suseno (2016) menyebutkan, demokrasi langsung tidak dapat direalisasaikan secara langsung.

Yang harus dituntut adalah bahwa pemerintahan negara harus tetap berada di dalam kontrol efelktif warga negara dan kontrol tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara langsung melalui pemilihan dan secara tidak langsung melalui keterbukaan pemerintah, yang mana kesimpulan dari pernyataan dua ahli tersebut bahwa pemilihan umum dengan pelibatan hak warga negara secara luas adalah salah satu esensi demokrasi.

Termasuk memilih calon legislatif yang disukai dan biaya yang besar, serta waktu yang cukup lama adalah salah satu konsekuensi dari demokrasi tersebut untuk menjamin keberhasilan demokrasi dengan analogi perbandingan dengan era demokrasi zaman Romawi kuno yang gagal karena alasan mengefisiensi biaya serta waktu.

Pemilihan umum sebenarnya merupakan peristiwa yang biasa di negara-negara yang mendapatkan predikat sebagai advanced democarcy. Di kawasan Eropa dan Amerika, pemilu hanyalah sekadar peristiwa pergantian kekuasaan secara berkala yang mana tidak berpengaruh terhadap sistem sosial ekonomi yang sudah mapan.

Bahkan rakyat tidak begitu peduli terhadap pemilihan umum tersebut dikarenakan proses elektoral tersebut tidak memengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sehari-hari. Masyarakatnya cenderung berpikir pada subtansi beyond democracy dan mereka tidak menggantungkan hidupnya pada negara (Dwipayana, 2004).

Namun hal –hal seperti kondisi di atas tersebut belum bisa terjadi pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia keberadaan Pemilu masih sangatlah penting yang mana artinya tidak hanya penting bagi peserta, serta penyelenggara namun juga pada pemilih.

Reformasi pada hari ini telah membawa adanya perubahan terhadap penyelenggaraan pemilu, dimana Pemilu ini pada masa sekarang dipahami sebagai arena persaingan terbuka antara peserta Pemilu, pemerintah, penyelenggara, pemantau serta lembaga pengawas Pemilu.

Pada ihwalnya dalam interaksi ini para pemilih berada pada posisi yang sejajar ataupun setara dengan elemen lainya, jika tidak harus dikatakan pada posisi yang menguntungkan. Peserta Pemilu membutuhkan adanya dukungan pemilih. Begitu juga dengan penyelenggara Pemilu yang juga berusaha meningkatkan keterlibatan pemilih dalam Pemilu. (Perludem, 2014) dan hal ini nampaknya relevan dengan sistem Pemilu proporsional terbuka yang nampaknya akan lebih memberikan kebebasan para pemilih terhadap calon legisltaif pilihan mereka, sehingga Pemilu nampak lebih gembira serta menyenangkan.

Sumber : https://radarsolo.jawapos.com/opini/841705651/antara-sistem-pemilu-proporsional-terbuka-dan-tertutup-serta-dampaknya-ke-ekonomi-akar-rumput

Leave a Reply