Pilkada serentak 2015 yang digelar di 264 wilayah seluruh Indonesia terlihat kurang bersahabat dengan calon independen. Hal itu bisa dibuktikan dari minimnya calon yang muncul dengan tanpa dukungan partai politik ini.
Dari hasil peneitian Skala Survei Indonesia (SSI) menunjukkan, Calon independen yang maju dalam pilkada 2015 hanya ada sebanyak 35,0 persen. Dan dari jumlah ini, hanya ada 14,4 persen yang berhasil memenangi kontestasi. Sementara sisanya, yakni 85,6 persen harus mengaku kalah dengan calon yang diusung oleh partai politik.
Minimnya calon independen yang maju berkontetasi, tentu tidak sejalan dengan semangat awal kenapa calon independen diberikan ruang dalam pilkada. Sebagaimana kita tahu, calon independen diakomodasi dalam undang-undang sebagai upaya untuk memberikan calon pemimpin alternatif bagi masyarakat selain calon pemimpin dari partai politik. Hal ini dilakukan mengingat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap parpol kurang baik.
Akan tetapi, dengan berbagai macam upaya, calon independen sepertinya “sengaja” direduksi. Hal ini bisa dilihat dari kenaikan ambang batas persyaratan pencalonan dalam undang-undang pilkada yang awalnya sebesar 3,5 persen menjadi 6,5 – 10 persen tergantung jumlah penduduk. Dan kondisi ini sepertinya menuai sukses.
Dengan adanya batasan undang-undang seperti ini, tak heran apabila kemudian calon independen hanya muncul dari wilayah-wilayah yang memiliki jumlah daftar pemilih tetap (DPT) kecil. Karena diwilayah dengan DPT besar, calon independen cukup kesulitan menuai dukungan awal.
Seperti terlihat dari penelitian SSI, 77,8 persen calon independen ada diwilayah yang memiliki jumlah DPT dibawah 500 ribu pemilih. Sementara sisanya, 22,2 persen ada diwilayah dengan jumlah DPT di atas 500 ribu pemilih.
Jika dilihat berdasarkan pulau, calon independen yang bisa memenangi kontestasi lebih banyak diluar pulau Jawa. Karena wilayah-wilayah ini memiliki jumlah DPT relatif kecil dibandingkan dengan wilayah-wilayah Jawa. Sebagaimana bisa dilihat dalam grafik dibawah ini, diluar pulau jawa, calon independen lebih banyak menang.
Di pulau jawa, tingkat kemenangan calon independen sebesar 11,1%. Sementara di luar pulau jawa, tingkat kemenangan calon independen sebesar 15,3%.
Kemangan calon idependen yang terbanyak ada di pulau NTT (33,3%) dan pulau kalimantan (22,2%). Sementara di NTB dan Kepulauan Maluku, tak ada satupun calon independen yang bisa memenangi kontetasi.
Selain itu, calon independen punya tingkat kemenangan lebih baik diwilayah perkotaan dibandingkan dengan wilayah kabupaten. Hal itu bisa kita lihat dari grafis dibawah yang menunjukkan bahwa calon independen yang memenangkan di wilayah administrasi Kota sebesar 31,3%. Sedangkan diwilayah administrasi Kabupaten sebesar 11,0%. Sementara di wiayah administrasi provinsi tidak ada yang menang.
Jika tidak ada perubahan signifikan terhadap undang-undang pilkada terkait calon independen, sepertinya kondisi yang sama akan dihadapi pada pilkada 2017 dan 2018. Calon independen yang muncul akan sedikit dan tingkan kemenangannya juga akan semakin minim.
Hasil lengkap penelitian, silahkan klik disini.
sumber gambar : https://harianpemalang.com/2017/12/07/nasib-calon-independen-di-pemilu-2018/