JAKARTA, Investor.id – Meski masih 20 bulan lagi digelar, Pilpres 2024 sudah menjadi topik panas sejak hari ini. Adanya aturan ambang batas 20% [Presidential Threshold/PT 20%] bagi partai politik untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden, membuat 9 parpol berkursi di DPR RI sudah mulai bermanuver sejak dini.
Berbagai penjajakan koalisi dini sudah mengemuka. Sebut saja ada koalisi partai Golkar, PAN, dan PPP yang berlabel KIB. Ada juga penjajakan koalisi antara Partai Gerindra dan PKB dengan slogan “Kebangkitan Indonesia Raya”. Ada pula koalisi prematur yang coba digalang PKS dengan stempel “Semut Merah”. penjajakan koalisi permulaan parpol-parpol ini tak lain dilakukan sebagai upaya agar syarat 20% kursi DPR RI bisa terpenuhi guna mengusung kandidat calon presiden.
Saat ini, dari 9 parpol berkursi di DPR RI, jika terdistribusi secara proporsional untuk mendapatkan angka 20% kursi, maka maksimal akan memunculkan empat kelompok koalisi. PDIP yang memiliki 22.3% kursi, tidak perlu mencari pasangan koalisi. Sementara Partai Gerindra dan Partai Golkar yang memiliki 13.6% dan 14.8% kursi, hanya perlu mencari satu teman koalisi, selain dengan PPP. Untuk Nasdem dan PKB yang masing-masing memiliki 10.3% dan 10.1% kursi, seandainya mereka berkoalisi sudah mencukupi. Sisanya, Partai Demokrat yang memiliki 9.4% kursi, PKS 8.7% kursi, PAN 7.7% kursi, dan PPP 3.3% kursi, masih memungkinkan untuk membentuk satu koalisi lagi.
Pertanyaan menariknya, apakah kira-kira yang akan menjadi kriteria parpol-parpol dalam mencari pasangan koalisi menghadapi pilpres 2024? Disampaikan Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI), Abdul Hakim, ia melihat, setidaknya ada dua perkara penting yang akan dijadikan rujukan utama parpol-parpol ini dalam menjajaki pilihan koalisi. “Perkara nomor satu terkait siapa tokoh capres yang akan diajukan parpol. Perkara nomor dua, bagaimana koalisi ini bisa memberikan imbas baik bagi keberlangsungan eksistensi parpol bersangkutan dalam pileg 2024 nanti,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Senin, (18/7/2022).
Terkait perkara pertama, kata Abdul Hakim, dalam upaya membangun koalisi, maka parpol-parpol akan sangat mempertimbangkan nama capres yang akan diusung. Dalam poin ini, ia melihat setidaknya parpol-parpol akan merujuk tiga poin utama sebagai bahan pertimbangan. Pertama, terkait elektabilitas capres terkait. Kedua, kemungkinan capres tersebut mendapatkan boarding pass tiket parpol. Ketiga, capres yang diusung harus bisa menjadi jawaban untuk menyelesaikan persoalan-persoalan utama yang sedang dihadapi masyarakat.
Disampaikan Abdul Hakim, dari sisi elektabilitas, 10 nama capres yang menduduki posisi 10 besar sudah terdeteksi. Dalam survei Skala Survei Indonesia (SSI) yang dilakukan dalam rentang waktu 3 – 12 Juli 2022, Prabowo Subianto masih memimpin rute kontestasi. Rujukan tingkat eleksi capres-capres ini tentu akan menjadi pertimbangan parpol dalam membangun koalisi.
Survei ini sendiri dilakukan terhadap 1.200 responden dengan metode sampling multistage random sampling dengan margin of error ± 2,83% dan tingkat kepercayaan 95,0%. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka langsung dengan responden menggunakan kuesioner.
Dari sisi kemungkinan mendapatkan boarding pass tiket capres, menurutnya akan mengacu pada indikator internal masing-masing parpol. Saat ini dari komposisi 9 parpol berkursi di DPR RI, nama-nama capres yang mulai mengemuka untuk diberikan boarding pass sudah mulai terlihat. PDIP akan memajukan nama Puan Maharani. Partai Gerindra akan mengusung nama Prabowo Subianto. Partai Golkar akan mendorong Airlangga Hartarto. PKB akan menyorong Cak Imin. PAN menyorong Zulkifli Hasan, dan Demokrat akan merekomendasikan AHY. Tinggal Nasdem, PKS, dan PPP yang hingga saat ini belum mengerucut pada satu nama.
“Dari komposisi ini bisa kita lihat bahwa dari nama-nama dalam list 10 besar pemilik elektabilitas tertinggi yang sudah disebut pada poin pertama, dan nama-nama yang sudah mengemuka untuk mendapatkan boarding pass tiket capres dari internal 9 parpol berkursi di DPR RI, hanya nama Prabowo Subianto yang menurut hemat saya paling memiliki peluang untuk mendapatkan garansi tiket boarding pass maju sebagai Capres dari parpolnya,” ujarnya.
Sementara untuk nama-nama lainnya, bagi yang memiliki elektabilitas baik seperti Ganjar, Anies, Erick Thohir, dan Sandiaga uno masih terkendala di parpol karena mereka bukan pemegang kunci pencapresan parpol, atau bahkan tuna parpol.
Sementara nama-nama yang memiliki potensi dapat boarding pass dari parpol masing-masing, masih terkendala oleh tingkat elektabilitas yang tak kunjung bisa dikerek.
Dari sisi jawaban untuk memecahkan persoalan-persoalan utama yang sedang dihadapi masyarakat, Saat ini, ada tiga persoalan utama yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia. Mahalnya kebutuhan pokok menjadi yang paling utama. Disusul sulitnya kondisi ekonomi rakyat dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Persoalan lainnya bisa lebih detail dilihat pada grafis diatas.
Persoalan-persoalan yang sedang dihadapi masyarakat ini ingin segera bisa ditangani. Kerumitan ekonomi, yang berkaitan dengan masalah ‘perut’ membuat masyarakat makin gelisah.
Dan untuk segera bisa keluar dari persoalan yang menghimpit mereka ini, masyarakat berharap pada tokoh-tokoh nasional. Mereka yakin bahwa Joko Widodo dan Prabowo Subianto bisa menyelesaikan persoalan mereka sampai tuntas.
Selain nama Presiden Joko Widodo, nama Prabowo Subianto dipandang sebagai pemecah persoalan. Sebanyak 14.17% masyarakat masih percaya Joko Widodo akan menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Selanjutnya nama Prabowo Subianto ditempat kedua sebesar 13.75%. Masyarakat Indonesia percaya bahwa Menteri pertahanan ini bisa memberikan harapan.
Sementara nama capres-capres lain yang sudah mengemuka, seperti Anies baswedan dan Ganjar Pranowo misalnya, angka kepercayaan masyarakat untuk bisa menyelesaiakan persoalan mendesak mereka ada diangka 5.83% dan 3.33%.
Melihat proyeksi kriteria parpol dalam membangun koalisi dengan mengacu pada tiga poin diatas, Abdul Hakim menyimpulkan bahwa Partai Gerindra dan Prabowo Subianto saat ini akan menjadi salah satu tonggak sumbu utama penentu arah koalisi parpol jelang pemilu 2024.
Saat ini, PDI Perjuangan sudah tidak terlalu memusingkan masalah koalisi. PDI Perjuangan sudah bisa mengirim satu paket Capres/Cawapres tanpa harus bekerjasama dengan parpol lain. Artinya, PDI Perjuangan sudah tidak terlalu berkepentingan dengan koalisi.
Namun diluar PDIP, delapan parpol berkursi di DPR RI akan sangat berkepentingan untuk mengadakan kerjasama dalam mengusung Capres/Cawapres.
Disinilah titik poin analisis bahwa peta koalisi parpol, salah satunya akan bertumpu pada Partai Gerindra dan Prabowo Subianto. Partai Gerindra yang hanya butuh satu teman koalisi untuk bisa mendapatkan boarding pass Capres/Cawapres, akan sangat mempengaruhi bentuk koalisi yang akan terjadi. Apakah Partai Gerindra hanya cukup puas dengan 1 teman koalisi saja atau lebih dari satu teman koalisi? Situasi ini akan sangat berdampak pada konstelasi koalisi yang akan terbentuk kedepan.
Disaat bersamaan, Prabowo Subianto yang memiliki tingkat elektabilitas paling tinggi diantara capres-capres yang berasal dari partai politik maupun dari non-partai politik, tentu menjadi magnet tersendiri. Ditambah dengan proyeksi peluang garansi boarding pass tiket capres serta fakta bahwa Prabowo dianggap oleh mayoritas masyarakat Indonesia sebagai solusi untuk bisa mengatasi persoalan-persoalan utama mereka, makin menguatkan daya tariknya.
“Untuk itu, tidak terlalu berlebihan jika kemudian saya menyebut Partai Gerindra dan Prabowo Subianto akan jadi salah satu penentu sumbu utama terbentuknya peta koalisi parpol-parpol dalam menghadapi Pilpres 2024 mendatang. Satu-satunya kendala yang ada di Prabowo Subianto saat ini adalah yang bersangkutan belum mengungkapkan diri apakah akan maju sebagai Capres atau tidak pada pemilu mendatang,” kata Abbdul Hakim.
Selain pertimbangan Capres yang diusung dalam menentukan pasangan koalisi, rujukan untuk terus mempertahankan eksistensi suara parpol, menurut Abdul Hakim juga akan menjadi kalkulasi serius bagi parpol-parpol dalam menentukan pasangan koalisi.
“Parpol-parpol pasti sangat berharap, dengan mengusung capres/cawapres akan membawa efek ekor jas dalam perolehan suara untuk mendapatkan kursi di DPR RI. Dengan pertimbangan ini, saya meyakini bahwa parpol akan sangat kalkulatif dalam mencari pasangan koalisi,” imbuhnya.
Saat ini, tingkat elektabilitas parpol masih dipimpin oleh PDIP yang terus dikuntit oleh Partai Gerindra.
Dengan tingkat elektoral parpol-parpol sebagaimana bisa dilihat pada tabel diatas, dalam membangun koalisi untuk mengusung capres/cawapres, tentu salah satu pertimbangan utama parpol-parpol peserta pemilu 2024 adalah agar dapat memberikan efek baik dari sisi elektoral parpol terkait.
Sebagaimana diketahui, untuk bisa Kembali mengisi kursi di DPR RI, parpol-parpol ini harus bisa memenuhi persyaratan ambang batas Parliamentari Threshold 4%. Kesalahan membangun koalisi, tentu akan memiliki konsekuensi tetap berkursi di DPR RI, atau akan terlempar dari pentas persaingan.
Sumber: https://investor.id/national/300074/ssi-gerindra-terus-kuntit-pdip-di-elektabilitas-parpol