Menerawang Peta Capres 2014

Oleh : Abdul Hakim MS
kartunMeski hasil pemilu legislatif baru bisa diketahui pada bulan April 2014, akan tetapi wacana siapa calon presiden (capres) yang akan diusung oleh partai politik (parpol) peserta pemilu sudah mengemuka. Beberapa parpol yang diprediksi bisa menuai suara positif dalam pemilu mendatang pun sudah mengajukan sosok jagoannya.

Dari 12 partai politik peserta pemilu 2014, setidaknya sudah ada lima parpol yang telah menggenggam nama. Mereka diantaranya Partai Golkar yang akan mendaulat ketua umumnya, Aburizal Bakrie, Partai Gerindra yang akan mendorong Ketua Dewan Pembinanya, Prabowo Subianto, Partai Amanat Nasional (PAN) yang akan mendapuk ketua umumnya, Hatta Rajasa, dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang akan mengusung Ketua Dewan Syuronya, Yusril Ihza Mahendra. Bahkan Partai Hanura malah sudah mendaulat Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai paket pasangan yang akan disodorkan dalam pilpres mendatang.

Sementara tujuh parpol lainnya masih abu-abu. Mereka adalah PDI Perjuangan, Partai Demokrat, PKS, PKB, PPP, Nasdem, dan PKPI. PDI Perjuangan masih dilematis apakah akan mendorong Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, atau tetap akan mengajukan nama ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, sebagai capresnya. Sementara Partai Demokrat masih menunggu hasil konvensi yang masih berjalan. Partai Keadilan Sejahtera sedang menggelar Pemira internal. PKB sedang mempromosikan tiga nama antara lain pedangdut Rhoma Irama, mantan Ketua MK Mahfudz MD, dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sedangkan PPP, Nasdem, dan PKPI masih sayup-sayup terdengar mendorong jago yang akan dielusnya. Informasinya, ketiganya akan mengajukan nama ketua umunya masing-masing.

Melihat sudah begitu banyak sosok capres yang menyembul ke permukaan, pertanyaan menarik untuk dijawab adalah bagaimana kira-kira peta persaingan capres ini di Pilpres 2014 mendatang?

Koalisi Empat Besar

Bila mengacu pada Undang Undang No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang saat ini revisinya masih dalam pembahasan, persyaratan untuk bisa maju menjadi capres/cawapres di atur dalam pasal 9.

Bunyi lengkap pasal itu sendiri adalah “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”.

Merujuk aturan ini, maka hanya parpol yang bisa memperoleh 20 persen kursi DPR-RI atau 25 persen suara sah nasional saja yang bisa mengajukan nama capres. Atau juga gabungan parpol yang bisa menembus angka yang dikenal dengan istilah presidensial threshold ini yang bisa mengajukannya.

Dengan adanya aturan ini, maka banyaknya nama capres yang sudah disebut di atas tentu dengan sendirinya akan tereduksi. Karena jika dihitung secara matematis, 100 persen dibagi 20 hanya akan menghasilkan lima capres. Atau 100 persen dibagi 25 sama dengan 4 capres. Padahal dalam praktiknya, sulit dijumpai perolehan suara parpol atau gabungan suara parpol bisa bulat diangka 20 atau 25 persen.

Itu sebabnya, jika melihat perolehan suara parpol di 2009 dan prediksi hasil pemilu 2014, hemat saya, paling banyak hanya akan ada tiga capres yang bisa maju untuk berkompetisi di pemilu 2014. Hal ini disebabkan oleh adanya potensi koalisi parpol pengisi posisi empat besar pemilu mendatang.

Mengacu hasil polling Skala Survei Indonesia (SSI) terbaru, partai yang sepertinya akan mengisi posisi empat besar di pemilu 2014 adalah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra. SSI memperkirakan, empat partai ini bisa menggenggam suara pemilih hingga dua digit. Sementara delapan partai lainnya masih akan berada pada satu digit suara pemilih.

Melihat kecenderungan peta politik saat ini, kans koalisi diantara empat partai besar pemenang pemilu 2014 sangat mungkin terjadi. Yang paling terbuka adalah koalisi antara Gerindra-Demokrat. Saat ini, pendekatan kedua partai ini sudah sangat terbuka. Hal ini bisa dilihat dari intensitas pertemuan antara Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dengan Presiden SBY, yang merupakan Ketua Dewan Pembina yang sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat.

Dari sisi Partai Gerindra, koalisi ini memberikan keuntungan karena hemat saya, meski bisa memperolehh dua digit suara, namun Gerindra akan sangat sulit menapak diangka 20 persen. Itu arrnya, Gerindra masih butuh sokongan koalisi untuk mendapatkan tiket pencapresan Prabowo Subianto. Sementara suara Partai Demokrat, meski dihantam prahara hebat, hemat saya masih akan berada diangka dua digit. Tentu koalisi ini akan memuluskan langkah parbowo guna untuk mendapat tiket capres.

Sementara dari sisi Partai Demokrat, koalisi ini akan memberikan keuntungan untuk bisa terus berada dilingkaran kekuasaan. Karena seperti kita tahu, tingkat elektabilitas Prabowo cukup baik. Yang bisa mengalahkan mantan menantu Presiden Soeharto ini hanyalah tingkat keterpilihan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Sementara capres hasil konvensi Demokrat, hemat saya, tak akan mampu mengalahkan elektabilitas Prabowo dan Jokowi. Itu sebabnya, duet dengan Gerindra memberikan peluang Demokrat (baca Presiden SBY) tetap berada dilingkaran istana untuk “pengamanan” pasca Presiden SBY habis masa jabatannya.

Koalisi ini sangat mungkin, mengingat jalinan kemesraan Gerindra dengan PDI Perjuangan sudah tidak bisa dilanjutkan. Dengan kemenangan PDI Perjuangan (prediksi), cukup mustahil partai moncong putih mau duduk sebagai calon wakil presiden. Sementara Prabowo juga sudah menekankan bahwa dirinya hanya mau duduk sebagai capres.

Apalagi seandainya PDI Perjuangan betul-betul mengusung nama Joko Widodo. Partai Gerindra dan Demokrat tentu akan sangat berkepentingan untuk “menjegal” kemengan PDI Perjuangan dengan cara melakukan koalisi.

Dengan kalkulasi Gerindra-Demokrat akan berkoalisi, maka capres-capres yang mungkin akan tampil adalah capres dari Partai Golkar dan koalisi, capres dari PDI Perjuangan dengan Koalisi, serta capres dari Partai Gerindra-Demokrat dengan koalisi. Dengan begitu, nama capres yang akan muncul, besar kemungkinan, adalah pasangan Aburizal Bakrie dan wakilnya, pasangan Megawati atau Jokowi dan wakilnya, serta pasangan Prabowo Subianto dan wakilnya. Inilah pasangan yang akan berkompetisi pada pemilu 2014 mendatang.

Judicial Reviewe

Akan tetapi, prediksi di atas akan berubah drastis seandainya proses judicial reviewe yang dilakukan oleh Ketua Dewan Syudro Partai PBB, Yusril Ihza Mahendra, dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebagaimana diketahui, Yusril saat ini sedang menguji UU No 42 tahun 2008, terutama pasal 9 yang mengatur persyaratan pengajuan capres dalam pemilu 2014 mendatang. Menurut mantan penulis pidato Presiden Soeharto ini, pasal 9 bertentangan dengan pasal Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, calon presiden (Capres) dan wakil presiden (Cawapres) harus diajukan oleh partai atau gabungan partai sebelum Pemilu. Di pasal ini, tidak ada batasan tertentu untuk mengusung capres.

Dengan struktur ketua MK yang saat ini dipegang oleh Hamdan Zoelva, yang merupakan mantan politisi PBB, kans dikabulkannya judicial reviewe ini memiliki kemungkinan besar. Dan jika hal ini benar-benar terjadi, maka peta capres tidak akan hanya menggaungkan tiga nama diatas, melainkan memberi kesempatan terhadap semua nama yang telah disebut diawal tulisan.

Leave a Reply