Direktur Eksekutif SSI: Beda Cara Pandang SBY dan Prabowo Hadapi Pilpres 2024

Elshinta.com – Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa berjalan tidak jujur dan tidak adil sehingga ia merasa perlu turun gunung. SBY mengatakan pemilihan presiden nantinya hanya akan diatur dua pasangan Capres dan Cawapres sesuai yang dikehendaki mereka, namun SBY tidak menyebut siapa yang dimaksud mereka.

Tudingan SBY sontak membuat PDIP bereaksi, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pernyataan SBY dalam rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Demokrat yang menyebutkan adanya tanda-tanda Pemilu 2024 akan tidak adil dan tidak jujur, cenderung memfitnah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Hasto berharap, SBY memiliki sikap kenegarawanan dengan melaporkan apa yang telah disampaikan dalam Rapimnas Partai Demokrat terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Hasto pun menyarankan agar SBY menempuh jalur hukum jika Pemilu yang akan datang berjalan curang sebagaimana yang disebutkannya.

Sementara itu Gerindra juga merasa gerah akibat pemasangan spanduk dan poster Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang dilakukan secara masif di berbagai Daerah. Pemasangan spanduk Prabowo di berbagai daerah itu pun disebut sebagai upaya penjegalan pencapresan Prabowo karena terbukti pemasangan spanduk tersebut membuat penilaian masyarakat menurun.

Hal itu disampaikan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Ia pun segera memerintahkan pencopotan spanduk di berbagai daerah itu dan melaporkan ke pihak kepolisian. Wakil Ketua DPR ini menjelaskan, baliho-baliho tersebut sengaja dipasang di basis-basis suara Prabowo, seperti di Sumatera Barat (Sumbar), Aceh, Kalimantan Selatan dan Madura yang dilakukan masif, terorganisir dan memiliki pendanaan yang banyak.

Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI) Abdul Hakim menyebut dua tudingan kecurangan pemilu dan tudingan penjegalan pencapresan yang dituduhkan SBY dan Gerindra adalah dua hal yang berbeda. Ia pun menyinggung cara SBY yang melontarkan tuduhan kecurangan pemilu yang tidak disertai dengan bukti sehingga ini menimbulkan kegaduhan dan meningkatkan suhu politik.

Ia menyarankan sebaiknya tudingan itu disertai bukti. “Ketika ada seseorang yang mengeluarkan pernyataan beban untuk membuktikan bahwa itu ada, itu bukan ada di pihak yang lain tetapi ada di pihak yang mengeluarkan pernyataan”. Sayangnya sampai sekarang belum ada klarifikasi dari Pak SBY siapa yang disebut melakukan kecurangan itu.

Sementara Gerindra yang merasa dirugikan dengan pemasangan Baliho Prabowo dan Jokowi secara masif di kantung-kantung suara Gerindra dan berdampak pada menurunnya penilaian masyarakat langsung dilakukan pencopotan baliho itu dan melaporkan kepada pihak kepolisian.

Cara ini menurut Abdul Hakim lebih elegan dan tidak liar.

“Saya berharap penyikapan dan pernyataan yang dikeluarkan para politisi harus bisa dipertanggungjawabkan dan dibuktikan serta mem-follow up secara internal bukan dibebankan pembuktian dan penyikapannya kepada pihak lain,” kata Abdul Hakim yang diwawancarai Radio Elshinta, Sabtu (24/9).

Ini, lanjut Abdul Hakim tentu tidak menimbulkan friksi dan asumsi macam-macam yang makin membuat gaduh dalam situasi politik yang makin panas ini.

Oleh karena nya Abdul Hakim mengingatkan siapa pun mereka yang ingin berkontestasi politik pada pemilu mendatang semua pernyataan-pernyataannya harus bisa dipertanggung jawabkan.

“Dalam konteks politik tentu lebih bisa menyehatkan pendidikan politik pada masyarakat,” tandasnya.

Sumber: https://www.elshinta.com/news/280248/2022/09/24/direktur-eksekutif-ssi-beda-cara-pandang-sby-dan-prabowo-hadapi-pilpres-2024

Leave a Reply